Pemprov Riau Terus Cari Cara Atasi Defisit, Ternyata Ini Penyebabnya

Wakil Gubernur Riau (Wagubri), SF Hariyanto (Dok Diskominfotik Riau)
PEKANBARU (DPPR) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau terus mencari cara untuk penyelesaikan tunda bayar dan defisit APBD Riau 2025. Tapi ada fakta menarik yang diungkapkan, Wakil Gubernur Riau (Wagubri), SF Hariyanto. Dia menguraikan apa yang menjadi sebab Pemprov Riau 2025 mengalami defisit anggaran lebih kurang Rp2,2 triliun.
Wagubri SF Hariyanto menyebut dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) persoalan defisit disebabkan karena adanya penerimaan atau pendapatan tidak tercapai. Hal ini terjadi karena beberapa sumber pendapatan yang diproyeksikan masuk APBD tidak tercapai target.
"Defisit ini disebabkan antara penerimaan dengan pengeluaran tidak sesuai, karena penerimaan tidak tercapai. Kenapa tidak tercapai? Pertama ada rencana pendapatan kita dari PI Blok Rokan sebesar Rp1,6 triliun tahun 2023, namun di tahun 2024 kita hanya menerima lebih kurang Rp200 miliar. Artinya dari segi pendapatan ada yang turun, kalau pendapatan turun maka berdampak terhadap belanja," kata Wagubri, Senin (17/3/2025)
Lebih lanjut SF Hariyanto menjelaskan alasan pendapatan dari PI minyak turun, berdasarkan informasi yang diterima dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), mereka saat ini tengah menggalakan peningkatan produksi migas 1 juta barel per hari.
"Sehingga itu dibutuhkan biaya-biaya yang cukup tinggi. Dengan biaya operasional yang sangat tinggi, maka deviden yang diterima dipergunakan untuk menunjang percepatan produksi yang 1 juta barel per hari itu. Sehingga PI yang seharusnya kita terima Rp1,6 triliun hanya dapat Rp200 miliar," terangnya.
Ternyata tidak itu saja, faktor lainnya Pemprov Riau mengalami defisit karena dana transfer pemerintah pusat yaitu dana bagi hasil (DBH) belum semua masuk ke Pemprov Riau.
"Ini kan pusat juga banyak belum ngirim (DBH). Saya dulu pernah bilang, kalau uang ini masuk kan bisa tertutupi (defisit, red), kan tidak ada masalah. Ternyata yang kita rencanakan belum masuk dari pusat," sebutnya.
Faktor lainnya defisit anggaran Pemprov Riau disebabkan oleh pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tidak tercapai target.
"Kemudian dari pajak kendaraan (tahun 2024, red) hanya tercapai 80 persen, itu pun sudah susah payah. Itu lah pendapatan-pendapatan yang tidak tercapai. Namun ini tidak menjadi masalah, nanti kita selesaikan dan kita cari solusinya. Saya yakin dan percaya dengan Pak Gubernur, nanti bisa diselesaikan dengan baik, dan tidak perlu dirisaukan," paparnya.
Hingga kini berbagai cara dan usulan ingin diterapkan Gubri Abdul Wahid, seperti meniadakan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN/PNS di lingkungan Pemprov Riau, pemotongan biaya perjalanan dinas, menunda pembangunan yang tidak mendesak, terus saja dievaluasi. Meskipun beberapa diantaranya menuai pro dan kontra.
"Nanti kita cari formulasi untuk mengatasi masalah defisit ini. Baik itu dengan cara melakukan efisiensi dan melihat kegiatan-kegiatan bersifat pemborosaan akan diefisiensi, dengan mengalihkan ke kegiatan strategis yang bersentuhan langsung dengan masyarakat," tutupnya. (MNA/MCR)