Banner Atas

Kolom Opini Prof Warsono

Ibu Adalah Guru, Pendidik dan Malaikat Bagi Anak

Opini Selasa, 29 April 2025 - 07:16 WIB
Ibu Adalah Guru, Pendidik dan Malaikat Bagi Anak

Prof Dr Warsono MS, Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Mantan Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa). (Foto Istimewa) (Foto Istimewa)

PENDIDIKAN - Hampir tidak ada orang tua yang tidak mendambakan anak.  Setiap pasangan yang akan menikah, selalu berharap memiliki anak yang sholeh dan sholikah. Ada orang yang yang dengan mudah melahirkan anak setelah menikah. Bahkan ada keluarga yang  memiliki anak lebih dari tiga, meskipun secara ekonomi mereka cukup berat untuk membeayai.  Namun  ada juga keluarga yang tidak bisa melahirkan anak sampai usia tua, meskipun mereka sudah  berusaha dengan berbagai cara termasuk konsultasi ke dokter.

Anak memang merupakan anugerah dari Allah yang dititipkan kepada orang tua. Anak adalah tabungan masa  depan yang harus diisi dengan pendidikan. Bagi mereka yang dianugerahi anak, memiliki kewajiban untuk mendidik dengan baik, agar nanti menjadi anak yang sholeh dan sholihah sebagai tabungan di masa tua maupun akhirat. Oleh karena itu, keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap anak.

Sebelum anak memperoleh pendidikan di sekolah atau di masyarakat, anak terlebih dahulu memperoleh pendidikan dari orang tuanya, terutama ibu. Bahkan ibu mendidik anak sejak dalam kandungan. Ketika anak masih dalam kandungan dia dihubungan dengan ibunya lewat tali pusar. Anak memperoleh asupan makanan dari ibunya. Apa yang dimakan oleh ibu itulah yang dimakan oleh anak ketika dalam kandungan.

Kondisi ekonomi orang tua akan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak yang sedang dikandung.  Kita sering menyaksikan anak yang lahir dengan keadaan kurang sehat  karena ibunya ketika hamil kekurangan gizi. Bahkan anak-anak yang mengalami stanting juga salah satunya disebabkan anak kekurangan gizi saat dikandungan maupun setelah dia lahir.

Bahkan perasaan ibupun akan berpengaruh terhadap kondisi anak yang masih ada di dalam kandungan. Kegelisahan ibu juga akan menjadi kegelisahan anak. Begitu juga kebahagiaan ibu juga menjadi kebahagiaan anak.  Ibu yang selalu merasa senang dan bahagia akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak dalam kandungan. Begitu juga sebaliknya, ibu yang sedih dan gelisah juga akan berpengaruh yang kurang baik terhadap janinnya. Oleh karena itu, sang suami harus mampu memberi kesenangan dan kebahagiaan kepada istrinya Ketika sedang mengandung.

Setelah anak lahir, orang pertama yang akan dikenal oleh anak adalah ibu. Begitu lahir anak didekatkan atau diletakan dalam pelukan ibu untuk meperoleh kasih sayang. Denyut jantung sang ibu sudah dikenal sejak dia dalam kandungan. Sehingga Ketika  baru lahir lalu diletakan dalam pelukan sang ibu, dia akan merasa nyaman. Saat itulah anak pertama kali berinteraksi dengan orang lain, dan orang lain itu adalah ibunya.

Makan pertama yang dia makan setelah lahir pun berasal dari ibu berupa air susu ibu (asi). Asi bukan hanya sekedar membuat dia tidak lapar, tetapi juga memberi kekebalan bagi kesehatan selanjutnya. Oleh karena itu, para dokter sangat menganjurkan agar setiap ibu memberi asi kepada anaknya, paling tidak  asi yang pertama keluar. Semakin lama anak menerima asi  dari ibu akan semakin baik bagi pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan anak. Jika menurut ajaran agama, pemberian asi  bisa sampai anak usian dua tahun.

Ibu juga yang pertama kali mengenalkan dunia kepada anak. Apapun yang dikatakan oleh ibu akan direkam dalam memori anak sebagai pengetahuan. Meskipun anak belum bisa berbicara, memori anak sudah bisa merekam apa yang didengar.   Pada saatnya  dia bisa berbicara, maka apa yang pernah dia dengar akan ditirukan. Hal ini yang menyebabkan anak yang tuli sejak lahir, dia mengalami gangguan berbicara (tuna wicara), karena anak tidak pernah mendengar suara apapun.

Bukan hanya apa yang didengar, apa yang dilihatpun akan direkam dalam memori otak anak. Pada saatnya apa yang dia lihat akan ditirukan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh KI Hadjar Dewantara, bahwa proses belajar anak adalah dengan Nontoni (melihat), Nitheni (memperhatikan), dan Niru (menirukan), yang dikenal dengan istilah 3N.

Oleh karena itu, para ibu, dan anggota keluarga, harus bisa menjaga ucapan dan perbuatannya. Sedapat mungkin berbicara yang baik dan menghindari ucapan dan kata-kata yang tidak baik. Begitu juga, dalam bersikap dan bertingkah laku, khususnya saat di hadapan anak anaknya, harus dijaga. Jangan melakukan perbuatan yang bisa menyakitkan (misal; memukul), karena sikap dan tindakan tersebut pada saatnya akan ditiru oleh anak.

Saat ini kita sering mendengar dan melihat  anak yang melakukan tindakan kekerasan atau bullying kepada teman. Padahal tanpaknya mereka adalah anak-anak yang baik dan berasal dari keluarga yang mungkin juga terdidik. Namun semua itu bisa jadi pada saat kecil, anak tersebut pernah mendengar atau melihat atau bahkan diperlakukan dengan kasar. Semua itu kemudian terekan dalam memorinya. Kemudian ketika dia memiliki kesempatan dan merasa mau melakukan maka yang ada dalam memori itu dia tiru.

 Menurut John Locke anak yang baru lahir bagaikan kertas putih sehingga terserah mau dilukis apa di atasnya. Apakah di atas kertas tersebut akan kita lukis suatu keindahan atau suatu keburukan.  Orang yang pertama kali  melukis di kertas tersebut adalah ibu. Karena ibu adalah guru pertama dan utama bagi anak.  Ibu yang akan mendidik anak untuk mengenal kehidupan. Ibu yang pertama mengenalkan apa yang baik dan buruk kepada anaknya.

Bahkan ibu, juga  bukan hanya guru,  tetapi juga “dokter” pertama, karena ia yang memberi kekebalan tubuh melalui asi. Ibu juga yang merawat anak-anak ketika masih bayi dari kotoran dan penyakit. Ibu  dengan tulus dan ikhlas membersihkan dubur dan pantat ketika anaknya sedang buang air besar. Ibu juga yang mengganti popok ketika dia pipis di malam hari, agar anak bisa tidur dengan nyaman.

Bahkan ibulah yang pertama kali memberi perlindungan dengan kasih sayang kepada anak. Ketika anak-anaknya masih bayi, lemah dan belum berdaya ibu yang selalu mengendong dan membawa kemana-mana tanpa merasa lelah dan mengeluh.  Sehingga muncul pepatah bahwa kasing sayang ibu sepanjang jalan, sedangkan kasih sayang anak sepanjang galah. Artinya kasih sayang ibu kepada anaknya tidak akan bisa digantikan oleh kasih sayang anak kepada ibunya.

Dalam kenyataannya dua tangan ibu tidak sepadan dengan sepuluh tangan anak-anaknya. Seorang ibu bisa merawat lima anak, tetapi lima anak belum tentu bisa merawat satu orang ibu ketika dia sudah tua. Betapa besar jasa dan mulianya hati seorang ibu, sampai ada anekdot bahwa ibu adalah malaikat bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, Allah mewajibkan anak untuk menghormati ibunya tiga kali dibanding dengan hormat anak kepada ayahnya. ***

FSY
Editor : FA Syam