Pasca Lebaran dan Harapan Kota Inklusif

Prof Dr Junaidi, SS, MHum,Ph.D, Rektor Universitas Lancang Kuning, Ketua Dewan Pendidikan Riau dan Dewan Pakar ICMI Riau (Dok Dewandik Riau)
RIAU (DPPR) - Pasca lebaran arus urbanisasi ke kota tertentu biasanya meningkat. Narasi-narasi keberhasilan yang dikarang oleh para pemudik semakin menggoda orang desa untuk datang ke kota. Kota seperti magnet yang memiliki daya tarik untuk mewujudkan mimpi keberhasilan, karir dan kekayaan.
Kota dipandang menjanjikan keberhasilan bagi banyak orang. Perbedaan geliat ekonomi yang mencolok antara desa dan kota semakin menguatkan orang desa pindah ke kota. Gaya hidup orang kota yang dipandang lebih maju dan modern juga mendorang anak-anak muda pindah ke kota. Namun kenyataannya kehidupan di kota tidak semudah dan seenak yang dibayangkan banyak orang. Persaingan hidup di kota sangat keras dan cenderung egois. Bersaing untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya menjadi gaya hidup di kota. Orang yang berani memutuskan hidup di kota harus punya mental yang kuat untuk bekerja keras dan bersaing.
Keinginan untuk hidup di kota adalah hak semua orang. Setiap orang boleh punya mimpi mewujudkan mimpinya di kota. Pertumbuhan jumlah warga kota semakin menambah kompleksitas kehidupan. Pemerintah daerah harus bekerja keras untuk menjadikan kota sebagai tempat hidup yang aman dan nyaman.
Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab yang besar dalam penyedian infrastruktur dan melayani masyarakat dengan kualitas yang baik. Pemerintah daerah harus menyadari pentingnya membangun city for all. Salah satu konsep kota yang memberikan inspirasi dalam pembangunan kota adalah inclusive city atau kota inklusif. Kota inklusif memberikan peluang yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan kehidupan yang aman dan layak.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2001 mengenalkan terminologi kota inklusif, yakni kota yang digambarkan sebagai tempat dimana setiap orang, terlepas dari status ekonomi, jenis kelamin, ras, etnis, atau agama, berperan sepenuhnya untuk medapatkan kesempatan sosial, ekonomi dan politik (Berrone & Joan, 2022).
Menurut Asian Development Bank (2022), kota inklusif didefinisikan sebagai kota yang mampu menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman dengan akses yang terjangkau dan adil terhadap layanan perkotaan, layanan sosial, serta peluang mata pencaharian bagi semua penduduk dan pengguna kota. Hal ini bertujuan untuk mendorong pengembangan secara optimal potensi manusia dan memastikan penghormatan terhadap martabat dan kesetaraan manusia.
Kota inklusif dapat jadikan arah pengembangan kota masa kini dan masa depan karena kehidupan masyarakat perkotaan juga telah mengarah kepada kehidupan yang inklusif. Liang dkk. (2022) mengidentifikasi lima dimensi konseptual yang membentuk dasar dari sebuah kota inklusif, yakni dimensi inklusi sosial, inklusi ekonomi, inklusi spasial, inklusi lingkungan, dan inklusi politik. Inklusi sosial berfokus pada partisipasi dan keterlibatan semua kelompok masyarakat tanpa memandang latar belakang sosial mereka.
Kota menjadi tempat orang dari suku bangsa, etnis agama dan kelompok yang berbeda hidup bersama secara damai dan saling menghargai. Warga kota perlu diberikan ruang untuk mengekspresikan seni dan budaya mereka. Interaksi berbagai orang dari latar belakang yang berbeda menghasilkan interaksi lintas budaya sehingga warga dapat saling menghargai dan mengapresiasi keberagaman budaya. Penyedian ruang apresiasi seni dan budaya dapat mendorong kreativitas warga kota dalam pelestarian budaya dan menumbuhkan ekonomi kreatif.
Inklusi ekonomi menekankan pada kesempatan yang adil diberikan kepada semua orang untuk memperoleh peluang ekonomi dan sumber daya. Penduduk kota diberikan kesempatan yang sama untuk bersaing dan mendayagunakan kemampuan mereka untuk bekerja di berbagai institusi baik itu institusi pemerintah maupun swasta.
Keahlian dan etos kerja menjadi kunci utama bagi setiap orang untuk meraih peluang ekonomi di kota inklusi. Penyedian lapangan kerja perlu terus direncanakan karena warga kota terus bertambah. Pemberdayaan ekonomi warga kota juga harus terus dilakukan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Inklusi spasial berkaitan dengan distribusi ruang dan infrastruktur yang merata di seluruh kota. Saat ini inklusi spasial menjadi persoalan krusial di banyak kota di Indonesia. Penyusunan tata ruang yang inklusif menjadi kunci utama untuk menyediakan ruang publik yang terbuka bagi semua orang.
Pemerintah harus menjamin tersedianya kualitas jalan yang layak bagi masyarakat. Jalan yang tidak layak atau jalan yang rusak bisa menyebabkan kecelakaan dan menghambat mobilitas warga. Transportasi publik yang terintegrasi, murah dan dapat diakses oleh semua orang adalah harapan warga kota. Penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas juga harus menjadi perhatian untuk membangun kota inklusif. Akses layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan juga harus tersedia dengan kualitas yang baik.
Inklusi lingkungan berkaitan dengan penyedian layanan yang setara terhadap lingkungan yang bersih dan sehat kepada semua warga kota. Pengelolaan sampah yang buruk sering menjadi persoalan di kota. Pemerintah daerah harus terus memperbaiki tata kelola sampah secara lebih profesional dan melibatkan partisipasi publik.
Pemerintah daerah harus memiliki strategi untuk mengubah perilaku buruk masyarakat dalam mengelola sampah dengan melakukan rekayasa social yang terprogram dengan baik. Perbaikan tata kelola sampah harus beriringan pula dengan program edukasi sampah dan lingkungan kepada warga kota. Penyedian air bersih juga harus menjadi program prioritas bagi pemerintah daerah. Saat ini banyak kota di Indonesia belum berhasil dalam penyedian air bersih bagi warga kota.
Bukankah penyedian air bersih adalah kebutuhan dasar warga kota? Saat ini warga kota lebih banyak memperoleh air bersih dengan menggali sumur sendiri di rumahnya. Kualitas udara yang baik dan terhindar dari polusi adalah hak warga kota. Pemerintah harus memiliki kebijakan dan program nyata untuk pengurangan emisi melalui transportasi yang ramah lingkungan.
Inklusi politik bertujuan untuk memastikan parsipasi publik dalam pengelolaan kota sebagai bentuk implementasi nilai keadilan keadilan dan demokrasi. Suara publik, termasuk suara-suara kelompok yang terpinggirkan, harus menjadi perhatian.
Program pembangunan pada suatu kawasan harus melibatkan masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Optimaliasi peran Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) perlu segera dilakukan agar berbagai persoalan masyarakat di akar rumput dapat diselesaikan lebih awal. Meskipun warga kota sudah mulai bersifat individual, masyarakat Indonesia pada dasarnya bersifat komunal, yakni masyarakat yang memiliki hubungan sosial, solidaritas dan kerjasama yang kuat. Sehingga keberadaan RW dan RT perlu terus dibangkitkan untuk meningkatkan semangat kolektif warga kota. Semoga kota menjadi tempat tinggal yang aman dan layak bagi semua.***