Banner Atas

Kolom Opini Prof Warsono

Gotong Royong dalam Pendidikan

Opini Jumat, 28 Maret 2025 - 11:22 WIB
Gotong Royong dalam Pendidikan

Prof Dr Warsono MS, Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Mantan Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa). (Foto Istimewa)

NASIONAL (DPPR) - Gotong royong merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia yang bisa kita ditemukan di hampir seluruh wilayah Nusantara. Dia adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mewujudkan tujuan besama. Kegiatan ini biasanya dilakukan untuk hal yang bersifat fisik, seperti membangun jalan, jembatan,  membangun rumah ibadah, atau kegiatan yang dilakukan  untuk membantu sesorang, seperti membangun rumah, membantu korban bencana.

Budaya gotong royong ini telah menginspirasi Soekarno saat mencari dasar filsafat negara. Soekarno  menyebut bahwa Pancasila digali dari adat budaya bangsa, dan gotong royong menjadi bagian terpenting dari Pancasila. Beliau mengatakan  jika Pancasila diperas, sampai hanya tinggal satu sila, maka itu adalah gotong royong.

Di dalam gotong royong terkandung nilai solidaritas,  kepedulian, kerja sama dan sukarela. Solidaritas mucul karena adanya kesadaran bahwa sebagai bagian masyarakat setiap individu harus saling tolong menolong. Kepedulian menunjukan adanya kesadaran bahwa sebagai makhluk sosial kita harus mengikis sifat egoism dan individualisme. Sedangkan nilai kerja sama karena kegiatan tersebut harus dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh anggota masyarakat. Semua itu dilakukan dengan sukarela tanpa ada paksaan.

Meskipun praktik gotong royong tersebut sekarang semakin memudar, khususnya di kota kota besar, namun sebagai solusi untuk   mewujudkan tujuan bersama  masih tetap relevan  dan efisien. Bahkan prinsip  gotong royong  ini juga dipraktikan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan, yang melibatkan kerjasama dan kepedulian antara peserta, pemerintah dan badan penyelenggaran jaminan sosial.  Mereka yang sehat membantu mereka yang sakit, mereka yang kaya membantu yang miskin, sehingga beaya pengobatan  tidak hanya ditanggung oleh pasien sendiri secara laungsung tetapi juga oleh peserta lain dan pemerintah.

Pendidikan merupakan Kepentingan Bersama

Pendidikan merupakan kepentingan bersama antara indivudi (anak), orang tua, dan negara. Bagi anak pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan potensi dirinya agar  bisa menghadapi  tantangan dan mengambil peran di masa depan. Setiap anak memiliki potensi yang  berbeda beda. Gardner menyebutkan ada multiple intelgensi  yaitu: kecerdasan naturalis, spasial, musik, kenestetik, intrapersonal, linguistik,  logical matematik dan interpesonal, sehingga setiap anak potensinya bisa berbeda. Potensi tersebut harus dikembangkan melalui pendidikan, sehingga pendidikan menjadi hak setiap anak.

Potensi tersebut merupakan anugerah Allah, agar manusia saling membutuhkan dan bekerjasama. Potensinya tersebut sejalan dengan karagaman lapangan pekerjaan atau profesi yang secara nyata kita alami bersama, seperti seniman, olahragawan, dokter, insinyur, mediator (broker), ilmuwan dan lainnya. Keragaman merupakan kodrat yang tidak bisa dihindari dan ditolak oleh sispapun juga, tetapi harus diterima, dihargai dan ditempatkan dalam kesederajatan. Bangsa Indonesia juga dibangun di atas keragaman, dan itu bisa menjadi modal budaya yang bisa dikembangkan menjadi modal ekonomi.

Bagi negara, pendidikan merupakan sarana untuk menghasilkan sumber daya manusia sebagai modal pembangunan, melahirkan pemimpin dan warga negara yang cerdas dalam kehidupan. Negara jelas membutuhkan orang-orang yang memiliki kompetensi intelektual dan moral untuk menjadi pemimpin seperti presiden, gubernur, walikota, bupati, maupun pejabat negara, seperti menteri, dan lainnya. Kompetensi tersebut dibentuk melalui pendidikan, sehingga negara juga memiliki kepentingan terhadap pendidikan.

Negara juga membutuhkan warga negara yang terdidik secara baik. Hal ini telah ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa salah satu tujuan negara adalah menerdaskan kehidupan bangsa. Dengan bangsa yang cerdas  dalam berkehidupan negara akan damai dan tenteram, karena mereka akan memahami, tentang bagaimana sistem  ketatanegaraan, hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Warga negara yang  terdidik dengan baik juga bisa berkoribusi terhadap pendapatan negara melalui pajak.  Dengan komptensi yang dimiliki mereka mampu melakukan pekerjaan yang sulit,  yang tidak semua orang bisa melakukannya, sehingga memperoleh gaji yang besar. Oleh karena itu, pendapatan mereka lebih besar dari kebutuhan dasarnya, sehingga bisa dikenakan sebagai wajib pajak.

Bagi orang tua, pendidikan anak merupakan investasi masa depan, dalam wujud kemandirian dan keberhasilan anak. Pandangan bahwa anak sebagai tenaga kerja untuk membantu mencari nafkah orang tua, sudah harus ditinggalkan. Anak harus memperoleh pendidikan agar menjadi investasi masa depan.  Apalagi sekarang, pemerintah juga telah memberikan  bantuan beaya pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu melalui berbagai beasiswa,  sehingga beban orang tua untuk beaya pendidikan anaknya bisa dikurangi.

Anak-anak yang memiliki pendidikan tentu memiliki kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja, sehingg mereka bisa mengubah hidupnya dari pekerja yang hanya mengandalkan fisik (buruh) menjadi pekerja-pekerja terampil dan pekerja yang menggunakan intelektual. Dengan pendidikan yang semakin baik dan tinggi anak-anak memiliki jaminan hidup lebih baik dibanding dengan jika tidak berpendidikan.

Pendidikan menjadi Tanggungjawab Bersama

Penyelenggaraan pendidikan melibatkan banyak pihak dan menjadi tanggungjawab bersama, baik  pemerintah, orang tua maupun anak itu sendiri. Tanggung jawab pemerintah telah ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945 pada aline ke-4, yaitu  mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini merupakan amanat proklamsi yang harus dijalankan oleh negara (pemerintah).

Tanggungjawab pemerintah diantaranya adalah  menjamin pemerataann pendidikan, sehingga semua anak bangsa bisa memperoleh kesempatan  mengenyam pendidikan. Saat ini pemerintah telah mewajibkan wajib belajar sampai 9 tahun dengan membebaskan beaya pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah negeri.

Namun dengan keterbatasan anggaran pemerintah, masyarakat juga diharapkan ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan, dengan mendirikan lembaga pendidikan. Dengan adanya partisipasi masyarakat tersebut  diharapkan semakin memperluas akses dan pemerataan pendidikan, sehingga seluruh anak bangsa bisa memperoleh pendidikan. Sampai saat ini pertisipasi masyarakat dalam pendidikan masih sangat dibutuhkan, karena selain keterbatasan anggaran pemerintah juga luasnya wilayah dan besarnya jumlah penduduk Indonesia.

Di sisi lain, orang tua juga memiliki tanggungjawab terhadap pendidikan anaknya. Setidaknya orang tua  harus bertanggung jawab memberi jaminan bagi masa depan anaknya dengan memberi pendidikan yang baik. Hal ini disebabkan kelahiran anak di dunia bukan karena kehendak anak itu sendiri, tetapi sebagai akibat dari hubungan seksual orang tua. Tidak semua anak bernasib baik, karena kelahirannya dikehendaki oleh orangtuanya. Tidak sedikit anak yang kelahirannya tidak dikehendaki dan kemudian diterlantarkan oleh orang tuanya. Jelas mereka yang menelantarkan anaknya adalah orang tua yang tidak bertanggungjawab.

Meskipun demikian anak juga memiliki tanggungjawab terhadap pendidikan.  Anak harus mempertanggungjawabkan atas seluruh usaha dan beaya yang telah dikeluarkan oleh orang tua dan negara. Oleh karena itu, anak harus berusaha mewujudkan apa yang menjadi harapan orang tua dan negara, dengan cara rajin belajar. Setidaknya anak harus mampu hidup mandiri, tidak terus menggantungkan  kepada orang tua.

Pendidikan menjadi kewajiban bersama

Pendidikan bukan hanya menjadi kepentingan dan tangungjawab bersama, tetapi juga menjadi kewajiban bersama, antara negara, orang tua. murid dan masyarakat. Bagi negara, kewajibannya adalah menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau serta merata di seluruh Indonesia. Ketersediaan sekolah guru dan sarana prasarana pendidikan menjadi kewajiban pemerintah, karena pendidikan merupakan kebutuhan publik yang tidak bisa dipenuhi secara individu.

Bagi orang tua, kewajibannya adalah memberi kesempatan kepada anak-anaknya untuk mengikuti pendidikan. Pendidikan merupakan hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua maupun negara. Tidak boleh ada orang tua yang melarang anaknya untuk sekolah dalam rangka  mengembangkan potensinya sebagai modal untuk hidup. Bahkan orang tua juga wajib mendorong dan membeayai pendidikan demi masa depan anaknya.

Sedangkan kewajiban anak adalah belajar agar memiliki pengetahuan, dan kompetensi sebagai bekal hidupnya. Seringkali motivasi anak untuk belajar ini perlu ditanamkan, agar mereka sadar bahwa belajar sebenarnya lebih untuk kepentingan masa depannya sendiri. Tanpa adanya motivasi belajar dari anak, pendidikan tidak akan menghasilkan output seperti yang diharapkan, meskipun didukung dengan sarana prasarana  dan guru guru yang baik. Belajar merupakan interaksi antara guru dan murid, sehingga jika murid  tidak berusaha untuk berubah (belajar), maka hasilnya tidak akan optimal, tidak sebanding dengan  beaya yang telah dikeluarkan oleh negara maupun orang tua.

Masyarakat juga mempunyai kewajiban dalam pendidikan yaitu dengan menjadi pengawas terhadap sikap dan perilaku anak-anak, agar tidak menyimpang dari tata nilai dan norma agama, norma moral maupun norma sosial yang telah disepakati bersama. Peran serta masyarakat ini sangat diperlukan mengingat anak-anak tidak hanya berada di sekolah maupun di rumah, tetapi juga ada di tengah masyarakat. Bahkan masyarakat menjadi ajang aktualisasi hasil pendidikan yang dilakukan di keluarga maupun di sekolah. Apa yang diajarkan di keluarga maupun sekolah akan dipraktikan di masyarakat.

Gotong royong dalam pendidikan

Karena pendidikan berkaitan dengan kepentingan bersama, maka harus dikerjakan secara gotong royong antara murid, orang tua dan pemerintah. Masing-masing harus berkontribusi untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Partisipasi orang tua dalam pembeayaan pendidikan sangat dibutuhkan, setidaknya dalam bentuk dukungan terhadap program-program sekolah yang telah direncanakan bersama antara sekolah dan orang tua melalui komite sekolah. Jika tidak bisa memberi dukungan secara material (dana) setidaknya berupa dukungan moral.

Pendidikan yang berkualitas tentu membutuhkan beaya yang lebih besar. Ada korelasi positif antara kualitas pendidikan dengan besaran beaya pendidikan, dalam arti semakin tinggi kualitas pendidikan yang diharapkan maka akan semakin membutuhkan dana banyak. Oleh karena itu, kesadaran orang tua untuk ikut berpatisipasi dalam pendanaan  pendidikan sangat dibutuhkan. Semakin tinggi kesadaran orang tua untuk ikut berpartisipasi dalam mendanai pendidikan, maka akan semakin berkualitas hasil pendidikan anaknya.  

Pendidikan juga tidak bisa dipandang hanya sebagai kepentingan induvidu semata, tetapi harus dipandangan sebagai kepentingan bangsa dan negara, khususnya dalam menghasilkan pemimpin. Kita tahu bahwa kemajuan bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan, yang mampu menghasilkan output pemimpin bangsa, sumber daya manusia yang unggul yang bukan hanya memiliki kemandirian tetapi juga mampu bersaing dengan SDM dari negara lain.

Pengalaman beberapa negara seperti Singapura dan Katar menunjukan bahwa kemajuan suatu negara, selain karena moral dan karakter bangsa, hal yang tidak kalah penting adalah pemimpinnya. Sosok pemimpin yang jujur, bertanggung jawab  dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya berhasil membawa kemajuan bangsa dan negara.   Dengan segala kewenangan yang dimiliki, pemimpin bisa membuat kebijakan, mengelola anggaran, dan mengangkat pejabat di bawahnya. Disini  keteladan seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam menggunakan kewenangannya. Jika pemimpin menyalahgunakan kewenangannya (misal: korupsi), maka pasti akan dikuti oleh anak budahnya. Hal ini sejalan dengan pameo bahwa ikan itu busuk dari kepala, artinya jika pemimpinnya korup, maka anak buahnya pasti juga korup, dan pemimpin akan sulit untuk memberanatasnya.

Pemimpin yang bisa menjalankan ajaran Ki Hadjar Dewantara, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani yang kita butuhkan. Pemimpin yang demikian adalah pemimpin yang memiliki moral (kejujuran) dan tanggungjawab terhadap bangsa dan negara. Keteladanan pemimpin untuk menggunakan jabatan yang diemban  untuk kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat sangat diperlukan. Pemimpin harus menempatkan kepentingan bangsa dan negera di atas   kepentingan pribadi maupun kelompok/golongannya.  

Untuk membawa kemajuan bangsa tidak dibutuhkan banyak pemimpin. Presiden cukup satu orang, dan beberapa orang untuk menjadi pejabat negara seperti  menteri atau pejabat tinggi negara lainnnya. Ini berarti tidak semua rakyat akan menjadi pemimpin, namun pemimpin harus dibentuk dan lahir dari  proses  yang berlangsung secara bersama.  Melalui proses dalam pendidikan, akan terjadi seleksi secara natural, siapa yang bisa menjadi pemimpin.  Pendidikan harus dipandang sebagai kebutuhan bersama yaitu untuk melahirkan seorang pemimpin yang bisa Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani, dan SDM unggul sebagai modal pembangunan.   Oleh karena itu, partisipasi orang tua dalam pembeayaan penyelenggaraan pendidikan merupakan bagian dari partisipasi untuk melahirkan pemimpin bangsa. ***

 

FA Syam
Editor :FA Syam