Banner Atas

Nasional

Peta Jalan Pendidikan di Indonesia Dalam Pusaran Disrupsi Global

Opini Kamis, 31 Oktober 2024 - 10:52 WIB
Peta Jalan Pendidikan di Indonesia Dalam Pusaran Disrupsi Global

oleh: Timothy Apriyanto

DPPR - Mencermati secara mendalam dokumen ringkasan eksekutif Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun 2025 - 2045 oleh Kementerian PPN/Bappenas, kementerian pendidikan kebudayaan, riset, dan teknologi serta kementerian agama, ada hal menarik untuk kita cermati yaitu tentang uraian tren global yang berdampak signifikan terhadap pendidikan Indonesia serta fakta disparitas akses pendidikan berkualitas. 

Kemendikbudristek yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, tentunya sudah berupaya keras untuk menjalankan tugas tersebut. 

Sebagai dampak dari kemajuan teknologi informasi, termasuk perkembangan penggunaan Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan robotik, diperkirakan akan ada perubahan signifikan dalam dunia pekerjaan. 

Menurut laporan World Economic Forum (WEF), hingga tahun 2027, sebanyak 83 juta pekerjaan diperkirakan akan hilang, terutama karena otomatisasi dan digitalisasi.

Namun, di saat yang sama, sekitar 69 juta pekerjaan baru akan tercipta di berbagai sektor seperti energi hijau, teknologi, dan rantai pasokan. Pergeseran ini akan memengaruhi sekitar 23% tenaga kerja global, yang berarti baik penciptaan maupun penghapusan pekerjaan akan sangat terasa.

Tren global yang terus berkembang dan membawa dampak signifikan bagi pendidikan di Indonesia antara lain fenomena seperti globalisasi, urbanisasi, perubahan demografi, serta kemajuan teknologi memunculkan tantangan baru dalam penyediaan akses pendidikan berkualitas. 

Ketimpangan dalam akses pendidikan ini semakin mencolok ketika kita membandingkan capaian output pendidikan ditinjau dari instrumen penilaian internasional seperti PISA 2022 dan Global Knowledge Index 2023 dengan membandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

 Selain itu, penting pula untuk menggali kembali ajaran Ki Hajar Dewantara dan menyesuaikan pendidikan kita dengan kebutuhan zaman modern. 

1. Disrupsi Global yang Mempengaruhi Pendidikan di Indonesia

Perubahan Lanskap Kemanusiaan Universal dan Kewarganegaraan Global

Globalisasi yang semakin meluas, dengan interaksi antarbangsa semakin kuat akan berdampak terhadap munculnya tantangan baru di dunia kerja dan dunia pendidikan mendatang. Pendidikan dituntut untuk mengembangkan kesadaran global terhadap hak asasi manusia dan kebebasan.

Pendidikan di Indonesia harus mampu menumbuhkan pemahaman kemanusiaan universal, dan hal ini penting dalam membangun generasi yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga dunia.

Urbanisasi global yang diprediksi akan mencapai 68% pada 2050 mengharuskan Indonesia memperhatikan pembangunan infrastruktur pendidikan yang lebih baik di kota, tanpa melupakan daerah pedesaan. 

Ketimpangan antara daerah perkotaan dan pedesaan dalam akses pendidikan dapat memperbesar kesenjangan sosial di masa mendatang, jika tidak segera diatasi.

Demografi Penduduk Dunia

Pertumbuhan populasi global, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia, menuntut sistem pendidikan untuk dapat menampung jumlah peserta didik yang semakin meningkat. Keterbatasan infrastruktur dan sumber daya di Indonesia masih menjadi tantangan dalam memenuhi kebutuhan ini. 

Pemerintah harus memastikan bahwa seluruh anak mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam lingkungan yang memadai.

Perubahan Lanskap Dunia Kerja

Kemajuan teknologi, otomatisasi, dan kecerdasan buatan (AI), kebutuhan keterampilan di dunia kerja berubah secara drastis. 

Salah satu bidang dengan pertumbuhan tercepat adalah kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin, sementara sektor seperti pendidikan, pertanian, dan perdagangan digital diperkirakan akan memberikan kontribusi terbesar dalam penciptaan pekerjaan. 

Perubahan ini menekankan pentingnya investasi dalam pendidikan, pelatihan ulang, dan dukungan sosial untuk mempersiapkan tenaga kerja menghadapi pekerjaan di masa depan.

Pendidikan di Indonesia harus mampu menyesuaikan diri dengan tren ini melalui peningkatan keterampilan digital dan adaptasi terhadap teknologi. Kurikulum perlu lebih adaptif agar peserta didik siap menghadapi era pekerjaan baru.

Teknologi digital telah mempermudah akses terhadap pendidikan, namun pemanfaatannya di Indonesia masih belum optimal, terutama di daerah terpencil. Sebanyak 27.650 satuan pendidikan belum memiliki akses internet. Ini menunjukkan bahwa teknologi belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, sehingga memerlukan perhatian serius dari pemerintah.

Dampak Perubahan Iklim

Perubahan iklim yang mengancam keberlanjutan sumber daya alam dunia juga berdampak pada pendidikan. Kurikulum harus memasukkan isu keberlanjutan dan adaptasi terhadap perubahan iklim agar generasi mendatang lebih siap menghadapi tantangan global terkait lingkungan. Pendidikan lingkungan yang efektif dapat menjadi modal penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

Ketidakpastian Geopolitik Global

Ketidakpastian geopolitik global, seperti ketegangan antarnegara dan krisis migrasi, dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan berdampak langsung pada anggaran pendidikan. Selain itu, disrupsi rantai pasokan global dapat mempengaruhi ketersediaan bahan-bahan pendidikan, terutama di wilayah terpencil. Pendidikan di Indonesia harus bersiap menghadapi dinamika global ini, termasuk menguatkan literasi global siswa.

2. Reaktualisasi Ajaran Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara mengajarkan bahwa pendidikan harus membebaskan manusia, baik dari sisi intelektual maupun moral. Ajaran ini sangat relevan dengan tantangan pendidikan modern yang semakin kompleks. 

Konsep "ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" mengajarkan keseimbangan antara pendidikan yang dipimpin dengan memberikan contoh (teladan), membimbing di tengah-tengah masyarakat, dan mendorong dari belakang agar siswa mandiri dalam proses belajar. 

Filosofi ini menjadi pondasi yang kuat bagi pendidikan Indonesia untuk tidak hanya mengejar ketertinggalan secara akademis, tetapi juga membangun karakter dan moral siswa dalam menghadapi tantangan global.

3. Relevansi Taksonomi Bloom untuk Pendidikan Indonesia

Taksonomi Bloom adalah model klasifikasi tujuan pendidikan yang mencakup enam tingkat kognitif: menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Di Indonesia, penerapan taksonomi ini masih terbatas pada tingkat yang lebih rendah, seperti menghafal dan memahami. 

Padahal, kemampuan berpikir kritis, analisis, dan kreativitas sangat diperlukan untuk menghadapi dunia yang terus berubah. 

Untuk itu, reformasi kurikulum berbasis Taksonomi Bloom perlu menjadi prioritas, dengan fokus pada pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang esensial untuk menciptakan inovasi dan solusi bagi masalah-masalah global.

4. Akselerasi Perbaikan Akses Pendidikan Berkualitas 

Akses dan Partisipasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Rendahnya partisipasi pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia, di mana 64,79% anak kelas 1 SD/MI/SDLB tidak pernah mengikuti PAUD, menunjukkan masih adanya masalah mendasar dalam sistem pendidikan. Selain itu, 29.830 desa/kelurahan belum memiliki satuan PAUD, yang memperlihatkan ketimpangan akses pendidikan di tingkat paling dasar. 

Peningkatan APK (Angka Partisipasi Kasar) pada level PAUD sangat penting untuk membentuk fondasi pendidikan yang lebih kuat di masa depan.

Pemanfaatan Bantuan Pendidikan dan Infrastruktur

Meski pemerintah telah mengalokasikan bantuan pendidikan untuk meningkatkan APK pada tingkat menengah (SMA/SMK), pemanfaatannya belum optimal. Sebanyak 34,82% dari penduduk termiskin masih belum tersentuh bantuan secara efektif. 

Selain itu, kurangnya akses internet dan listrik di banyak sekolah di Indonesia menjadi salah satu hambatan besar dalam mewujudkan pendidikan berkualitas yang merata.

5. Akselerasi Perbaikan Capaian PISA 2022 dan Global Knowledge Index 2023

Capaian PISA 2022 menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Skor PISA Indonesia di bidang matematika (366), membaca (359), dan sains (383) mengalami penurunan dibandingkan 2018, menempatkan Indonesia di posisi yang tidak menguntungkan. 

Sebagai perbandingan, Singapura selalu berada di peringkat teratas, Vietnam terus menunjukkan peningkatan, sementara Malaysia dan Thailand masih unggul dibanding Indonesia.

Selain itu, Global Knowledge Index 2023 memperlihatkan posisi Indonesia yang lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, terutama dalam hal inovasi dan pendidikan tinggi. 

Singapura dan Vietnam terus memimpin, sementara Malaysia dan Thailand memperlihatkan peningkatan yang stabil. Hal ini menggarisbawahi perlunya reformasi mendalam dalam sistem pendidikan Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara tetangga.

Analisis Capaian dan Rekomendasi

Ketimpangan akses pendidikan yang terus terjadi, rendahnya capaian PISA, dan peringkat Global Knowledge Index yang kurang menggembirakan menuntut adanya reformasi menyeluruh dalam sistem pendidikan Indonesia. 

Urbanisasi dan perubahan demografi menuntut pembangunan infrastruktur pendidikan yang lebih baik di daerah terpencil, sementara kemajuan teknologi harus dimanfaatkan untuk memastikan pendidikan digital dapat diakses oleh seluruh siswa.

Selain itu, ajaran Ki Hajar Dewantara perlu dihidupkan kembali untuk membentuk generasi yang memiliki integritas moral dan kemampuan intelektual yang kuat. Reformasi kurikulum berbasis Taksonomi Bloom akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan keterampilan berpikir kritis yang dibutuhkan untuk bersaing di era globalisasi.

Tantangan global yang dihadapi Indonesia dalam bidang pendidikan memerlukan tindakan nyata untuk memastikan akses pendidikan berkualitas yang merata bagi seluruh anak bangsa. 

Meskipun peluang dari kemajuan teknologi dan perubahan demografi dapat dimanfaatkan, ketimpangan yang masih terjadi harus segera diatasi melalui perencanaan pendidikan yang komprehensif. 

Reformasi kurikulum, penguatan infrastruktur, serta penghidupan kembali ajaran luhur Ki Hajar Dewantara akan menjadi langkah penting dalam mewujudkan pendidikan yang mampu bersaing di kancah global, namun tetap berakar pada identitas nasional. (TA)

EKA
Editor :Eka