Tantangan dan Peluang Kepala Daerah Baru

Prof Dr Junaidi SS Mhum PhD (Dok Unilak)
PEKANBARU (DPPR) - Kepala daerah, baik gubernur/wakil gubernur, wali kota/wakil wali kota dan bupati/wakil bupati baru saja dilantik pada tanggal 20 Februari 2025. Pasca dilantik, kepala daerah berhadapan dengan tantangan kebijakan efisiensi yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2025.
Kebijakan efisiensi ini harus dipandang positif dengan penuh optimis untuk menjalankan pemerintahan secara efektif dan efisien, serta tetap melayani masyarakat secara maksimal. Janji politik yang telah disampaikan saat kampanye tentu perlu penyesuaian. Program prioritas yang telah direncanakan perlu dievaluasi sesuai dengan ketersediaan anggaran yang ada. Publik pun harus menyadari bahwa kepala daerah saat ini sedang memikul beban yang sangat berat karena kekurangan anggaran.
Kepala daerah harus memiliki sense of crisis dan strategic management dalam menghadapi berkurangnya anggaran. Pemerintah pusat menargetkan efisiensi sebesar Rp306,69 triliun yang meliputi anggaran kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp50,59 triliun.
Efisiensi untuk pemerintah daerah diarahkan pada: (1) membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar/ focus group discussion, (2) mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50% (lima puluh persen), (3) membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional, (4) mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur, (5) memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antar perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran, (6) lebih selektif dalam memberikan hibah langsung baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada kementerian/lembaga, dan (7) melakukan penyesuaian belanja APBD Tahun Anggaran 2025 yang bersumber dari transfer ke daerah.
Kebijakan efisiensi ini pasti memberikan dampak pada program pembangunan di daerah. Sebagian janji politik para kepala daerah kemungkinan sulit untuk segera dicapai karena kondisi anggaran yang sangat berkurang. Pemerintah daerah yang selama ini lebih banyak bergantung dengan anggaran dari pusat seperti dari Dana Alokasi Umum (DAK), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) akan merasa berat untuk menjalankan program pembangunan. Dengan berkurangnya anggaran dari pemerintah pusat secara signifikan, kepala daerah harus bekerja keras untuk memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berbagai strategi harus segera disiapkan untuk menghasilkan PAD yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah harus kreatif mencari cara mendapatkan PAD yang lebih besar. Berbagai inovasi perlu dilakukan untuk menggali potensi pendapatan daerah. Penyederhanaan birokrasi harus dilakukan untuk menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 285, PAD meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Potensi pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi harus menjadi perhatian kepala daerah. Kepala daerah harus gerak cepat untuk merumuskan strategi yang tepat untuk mendapatkan PAD.
Evaluasi secara menyeluruh pajak yang telah dibayarkan oleh wajib pajak. Petakan para wajib pajak potensial yang belum menunaikan kewajibannya untuk membayar pajak. Permudah urusan membayar pajak dan gunakan perangkat teknologi informasi untuk pembayaran pajak. Kenali potensi kebocoran pajak dengan mengedepankan transparansi pengelolaan pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 4, jenis pajak yang dipungut pemerintah provinsi terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Rokok (jika di daerah ada terdapat pabrik rokok), Pajak Alat Berat (PAB), dan Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan (MMLB).
Sedangkan pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota berupa pajak reklame, pajak barang dan jasa tertentu seperti makanan dan minuman, tenaga listrik, penerangan jalan, jasa perhotelan, jasa parkir serta kesenian dan hiburan, Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Air Tanah (PAT), Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan (MMLB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Selain pajak, retribusi juga dapat menjadi pemasukan bagi pemerintah daerah. Adapun jenis retribusi yang bisa digali oleh pemerintah daerah meliputi retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu.
Sedangkan objek retribusi berupa penyediaan/pelayanan barang dan/atau jasa pemberian izin tertentu kepada orang pribadi atau badan oleh pemerintah daerah. Penerapan pajak dan retribusi didasarkan peraturan daerah sehingga kepala daerah harus merancang peraturan daerah untuk pengelolaan pajak dan retribusi.
Pemerintah daerah perlu segera menggali lagi sektor apa saja yang bisa dikenakan pajak dan retribusi dengan mempertimbangan kewenangan pemerintah daerah. Optimalisasi pendapatan daerah dari pajak dan retribusi harus dilakukan secara bijak dan terukur. Jangan sampai pungutan pajak dan retribusi menghambat peluang orang untuk berinvestasi dan berusaha. Kepala daerah perlu membuat pendekatan yang lebih kreatif untuk mendapatkan pendapatan dari pajak dan retribusi.
Selain mengoptimalkan potensi pajak dan retribusi, pemerintah daerah harus membuat kebijakan dan program strategis untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Ekonomi masyarakat harus dibuat bergerak meskipun pemerintah daerah menghadapi efisiensi. Berbagai kemudahan untuk berusaha harus diberikan kepada masyarakat.
Pemerintah perlu memetakan potensi ekonomi yang dapat mendorong bangkitnya ekonomi masyarakat. Bila ekonomi masyarakat pada tingkat akar rumput dapat bergerak dan tumbuh, masyarakat tidak akan terdampak oleh efisiensi. Oleh karena itu, kepala daerah harus punya strategic plan untuk menjaga pergerakan ekonomi masyarakat dalam menghadapi efisiensi.
Kontribusi dari sektor swasta dalam mendukung pembangunan daerah selalu menjadi impian pemerintah daerah dan masyarakat. Perusahaan swasta dapat mendorong perekonomian masyarakat dengan penyediaan lapangan kerja dan membuka peluang usaha bagi masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah daerah harus memiliki kebijakan untuk memberikan kemudahan dan keamanan investasi. Penyederhanaan birokrasi perizinan dan komitmen tak ada pungutan liar menjadi tugas utama kepala daerah. Tekanan kelompok tertentu untuk mendapat keuntungan pribadi dari pihak perusahaan bisa menghambat iklim investasi di daerah.
Perusahaan swasta juga punya program Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Program ini merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat untuk membantu dan mengembangkan masyarakat.
Kepala daerah perlu membuat desain komprehensif terkait program CSR/TJSL agar bantuan dari perusahaan itu benar-benar efektif dan memberikan manfaat bagi pemberdayaan masyarakat. Selama ini program CSR/TJSL diajukan secara parsial oleh kelompok masyarakat tertentu. Pemerintah daerah perlu duduk bersama dengan pihak perusahaan dan elemen masyarakat untuk merumuskan program yang benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat.
Efisiensi bukanlah akhir dari segalanya bagi pemerintah daerah. Ini adalah kesempatan untuk memaksimalkan potensi yang ada. Dengan strategic management, berbagai potensi bisa digali. Creative thinking akan menghasilkan inovasi untuk mewujudkan pembangunan daerah dan menyejahterakan masyarakat. Selamat bertugas kepala daerah!. ***
Prof Dr Junaidi SS Mhum PhD (Rektor Unilak, Dewan Pakar ICMI Riau, Ketua Dewan Pendidikan Riau).